Peristiwa malari adalah satu dari begitu banyak sejarah dan kejadian yang terjadi sebelum kita bisa menikmati kondisi Indonesia seperti sekarang ini. Terlebih jika melihat dulu supremasi hukum belum berjalan dengan selayaknya seperti sekarang. Nama malari ini merupakan kepanjangan dari Malapetaka 15 Januari dan terjadi pada tahun 1974.
Peristiwa Malari
Kronologi peristiwa malari ini sedikit dituliskan pada buku Otobiografi Soeharto yang terbit di tahun 1989. Sejarah Malari yang terjadi di tahun 1974, ini sangat aneh mengingat di buku tersebut mengenai Petrus (Penembakan Misterius) Soeharto cukup berterus terang.
Peristiwa Malari yang terjadi pada 15 Januari 1974 meninggalkan banyak korban dan kerusakan. Tercatat korban dan kerusakan yang terjadi sebagai berikut :
- 11 orang meninggal
- 300 orang luka-luka
- 775 orang ditahan
- 807 mobil serta 187 sepeda motor dibakar
- 144 buah bangunan rusak
Sejarah malari ini dimulai dari kedatangan Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka ke Jakarta, mahasiswa sendiri mulai merencanakan menyambut kedatangan PM Kakuei Tanaka dengan berdemonstrasi di Halim Perdana kusuma. Namun karena adanya penjagaan yang ketat, rombongan mahasiswa tidak berhasil masuk ke pangkalan udara.
Ketika tanggal 17 Januari 1974 tepat jam 08.00 PM Jepang berangkat dari istana dengan helikopter bukan mobil dan kondisi ini jelas menandakan suasana kota Jakarta masih mencekam. Walaupun peristiwa ini menimbulkan trauma karena kekerasan terjadi namun kasus ini sampai sekarang belum diungkap secara tuntas oleh pemerintah.
Menurut mahasiswa, Kakuei Tanaka adalah simbol asing yang harus dilenyapkan dan mahasiswa pun menuntut 3 hal saat peristiwa Malari terjadi. Diantaranya :
- Memberantas korupsi
- Mengubah kebijakan ekonomi mengenai modal asing
- Pembubaran lembaga Asisten Pribadi Presiden
Mahasiswa menuntut ketiga hal tersebut dengan cara long march dari Salemba hingga Universitas Trisakti di Grogol yang pada akhirnya berujung kerusuhan. Kerusuhan mulai terjadi satu jam kemudian setelah aksi long march mahasiswa selesai. Kerusuhan ditandai dengan buruh yang menyerbu Pasar Senen, Blok M, dan Glodok dan melakukan penjarahan serta pembakaran terhadap mobil-mobil buatan Jepang.
Pengaruh Peristiwa Malari Terhadap PERS
Peristiwa Malari pun memberikan dampak bagi PERS karena Soeharto melakukan tindakan represif yaitu menutup secara paksa media massa yang diduga memprovokasi masyarakat untuk membenci Jepang. Nama-nama media massa yang dimumkan Menteri Penerangan saat itu untuk dilarang terbit antara lain Abadi, Harian Kami, Indonesia, Raya, Nusantara, serta Pedoman.
Menurut Soeharto, Fungsi Pers tidak berjalan dengan seimbang karena dalam berita-beritanya sudah melakukan provokasi rasa anti Jepang hingga aksi mahasiswa semakin panas dan menyebabkan peristiwa 15 Januari 1974 terjadi. Namun ada banyak media massa yang akhirnya memutuskan untuk meminta maaf kepada Pemerintah dan diperbolehkan kembali untuk terbit.
Pandangan Sejarawan Atas Peristiwa Malari
Peristiwa kerusuhan yang dikenal sebagai peristiwa Malari tersebut menurut sejarawan Asvi Warman Adam adalah represi secara sistematis yang dilakukan Soeharto. Peristiwa ini dapat dilihat dari berbagai perspektif. Ada yang menilai ini adalah sebuah tindakan atas rasa tidak senang para kaum intelektual terhadap tangan kanan Soeharto seperti Ali Moertopo, Soedjono Humardhani,dll yang memiliki kekuasaan besar.
Untuk Soeharto sendiri kerusuhan yang terjadi di tanggal 15 Januari 1974 ini sangat memalukan karena terjadi ketika PM Jepang datang ke Indonesia. Hal ini yang menyebabkan ia membuat kebijakan untuk menerapkan sanksi tak berampun untuk orang-orang dan pihak yang mau mengusik pemerintah dan ini dinilai sebagai tonggak sejarah kekerasan orde baru.
Selain Peristiwa Malari ada beberapa peristiwa lainnya yang dapat anda baca untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai negara Indonesia :
Advertisements